Minggu, 23 Juni 2013

Bangga Punya Anak Jago Kandang

( Depok, RUMAH PELANGI  DAYCAR)
Punya anak yang pemberani, cepat bergaul dengan orang, bisa cepat cair dalam lingkungan luar memang impian semua orang tua, tak terkecuali saya. Namun, sampai sejauh ini, si sulung belum 100% bisa seperti itu. Bahkan, terkadang saya dibuatnya heran dengan beberapa tingkahnya.

Suatu ketika saya dan suami mengajaknya jalan-jalan ke sebuah perumahan. Kebetulan di sana pengembang perumahannya mengadakan promo harga rumah murah dengan lomba menyusun puzzle untuk anak-anak.

“Itu, itu, kakak ngapain, Bunda?”tanya si sulung.

“Mereka mau bermain pasang puzzle, Sayang,” jawab saya sengaja menggunakan kata bermain daripada lomba untuk menumbuhkan motivasi si sulung untuk ikut.

“Kakaknya banyak ya?”

“Iya, Mas mau ikut bermain?”

“Nggak!” jawab si sulung.

“Kenapa?”

“Nggak mau, orangnya banyak. Aku main sendiri saja!”

Mendesah? Iya, tapi terus begitu juga takkan menyelesaikan masalah. Hampir setiap hari saya selalu mengajak si sulung beserta adiknya (hiks, kalau adiknya kayaknya tipenya beda dibanding kakaknya) ke luar rumah, entah mengunjungi daycare, silaturahmi ke rumah teman yang punya anak kecil, jalan-jalan ke bank, stasiun, toko buku, ngaji, calon playgroup tempatnya nanti bermain, masjid, dsb. Namun, si sulung masih begitu. Loadingnya lama.  Sampai di rumah orang, ya begitu, nempel terus sama saya sambil melihat teman-teman seusianya sedang bermain. Sekitar 1 jam kemudian si sulung baru bisa berbaur.

Ketika trial di playgroup,si sulung pun di hari pertama juga tak mau berpisah dari saya. Ada waktu sekitar 30 menit anak-anak diajak gurunya bermain di sentra rancang bangun. Saya berpikir ini adalah mainan favorit si sulung setiap harinya. Tak mau menyentuh juga. Si sulung hanya melihat teman-temannya bermain. Jelang 10 menit kegiatan akan berakhir si sulung baru mau bermain dan membantu gurunya merapikan mainan. 2 hari berikutnya, si sulung menangis ketika saya tinggal. Ketika pulang saya jemput, yang terlontar dari mulutnya,”Bunda, ayo pulang!” Padahal, sesampainya di rumah si sulung menceritakan semua kejadian yang dia alami di playgroup dengan senangnya.

Di arena permainan seperti yang biasanya ada di mall-mall, si sulung begitu lagi. Tak mau menyentuh sarana bermain yang ada di sana. Dia hanya mengamati temannya loncat-loncat, main plorotan, dsb, habis itu pulang dan bercerita. Di rumah dan di atas kasur si sulung menyalurkan energi tubuhnya dengan loncat-loncat, dan di taman perumahan dengan ditemani bundanya ini dia baru bermain plorotan sendirian.

Apakah saya malu punya anak demikian? Tidak, justru saya bangga punya anak jago kandang. Dari semua peristiwa yang terjadi selama ini saya menjadi tahu memang begitulah karakter si sulung. Kecerdasan visual, linguistic, dan intrapersonalnya lebih menonjol dibandingkan dengan kecerdasan interpersonal dan body kinestetiknya. Dengan pendekatan dominansi kecerdasan ini pula saya mengajak si sulung untuk  meningkatkan kecerdasan dia yang belum menguat.

Si sulung memang tak terlalu suka bermain plorotan dan sejenisnya. Namun, jika melihat gambar plorotan dia suka. Saya ajak dia berselancar google untuk melihat betapa banyak gambar plorotan. Tanpa saya suruh pun dia melanjutkan bercerita banyak hal tentang gambar-gambar tersebut. Singkat cerita, dari gambar tersebut si sulung menangkap makna bahwa bermain plorotan asyik jika dilakukan bersama-sama teman yang lain. Pelan tapi pasti, sekarang si sulung sudah bisa lebih cepat berbaur bermain bersama teman-temannya untuk main plorotan, ayunan, lari-lari keliling perumahan. Ya, meski masih harus terlihat saya dari kejauhan. Atau saya ajak dia ke toko buku. Awalnya dia memang suka melihat buku-buku yang ada. Dibuka halamannya sambil terus saja bercerita apa yang ada di dalamnya. Lama-lama dia mencari kenalan untuk diajak bermain dan kejar-kejaran di sana. Saya dan suami juga heran karenanya. Jika disuruh kenalan di awal si sulung malah takberkenan.

Anak saya jago kandang? Biarkan saja. Seiring waktu berjalan dengan tetap diberikan stimulus yang tepat dengan cara yang tepat, anak akan memaknai sendiri bahwa hidupnya tak bisa sendiri. Sekarang, biarkan saja anak heboh di dalam meski di luarnya masih malu-malu. Dia hanya butuh kesiapan dan kelekatan yang lebih lagi dengan orang tuanya agar bertambah kepercayaan dirinya. Anak jago kandang? Ehm, jujur, sebenarnya juga menyenangkan. Orang-orang akan berkata,”Anaknya pintar ya, anteng, nggak bikin orang teriak-teriak jika diajak keluar. Ibunya juga bisa enak ikut seminarnya, nggak rewel minta pulang!” Hiks, padahal kalau di dalam rumah, aktifnya si sulung terbilang luar biasa. Tak mengapa, semua ada masanya. Tugas orang tua terus mengasahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar